Sabtu, 12 Oktober 2013

rumah tradisional minanga


ARSITEKTUR MINANGA


  Salah satu tanda kebudayaan Minanga dari masa lalu, yang hingga kini tetap terjaga adalah rumah. Pada masyarakat Minanga, khususnya marga Semendawai, memiliki atau mengenal dua jenis rumah tempat tinggal yang bersifat tradisional, yakni rumah ulu dan rumah gudang.
 Berdasarkan struktur bangunan, antara rumah ulu dan rumah gudang pada prinsipnya sama, tapi pembangunan rumah gudang umumnya cenderung mengalami beberapa modifikasi, dan tidak patuh lagi seperti rumah-rumah ulu, terutama untuk arah hadap seperti hulu (utara), liba(selatan), darak (barat), dan laok (timur). Perbedaan lainnya, pada rumah gudang, selalu dibuat atau ada ventilasi yang posisinya tepat berada di atas setiap pintu dan jendela, sedangkan pada rumah ulu tidak mengenal ventilasi udara.
             Baik rumah gudang maupun rumah ulu merupakan jenis rumah panggung atau rumah yang memiliki tiang penyangga. Bahan utama pembuatan rumah gudang dan ulu adalah kayu atau papan.
            Lantaran rumah gudang Minanga lebih muda jika dibandingkan dengan rumah ulu, rumah ini sudah mengenal dan menerapkan kombinasi antara bahan kayu dan paku, kaca, cat, porselen atau marmer, genteng, dan semen. Misalnya banyak tangga atau disebut ijan mukak rumah gudang yang terbuat dari semen berlapis keramik, atau daun pintu dan jendelanya sudah dikombinasikan dengan kaca. Bahkan, kecenderungan akhir-akhir ini, rumah gudang sudah menggunakan tiang penyangga teknik cor beton dan atau batu bata, yang sebelumnya dari gelondong. Dan, di antara tiang rumah umumnya sudah pula diberi dinding semi permanen atau permanen, kemudian dijadikan tempat tinggal atau lambahan bah (rumah bawah). Mengingat bahan kayu yang saat ini semakin langka dan mahal, tampaknya masyarakat Minanga lebih banyak memilih atau membangun jenis rumah gudang.
Rumah ulu sepenuhnya menggunakan bahan kayu atau papan. Tiang penyangga menggunakan gelondongan, lalu tangga, dinding, pintu, dan jendela menggunakan papan. Atap rumah dibuat dari daun enau dengan teknik rangkai-tumpuk. Tapi mengingat daya tahan dan gampang terbakar, sekarang atap daun enau ini diganti atap genteng.
            Sambungan kayu pada rumah ulu tidak menggunakan paku, tetapi menggunakan pasak kayu atau bambu, termasuk untuk engsel pintu, dan jendelanya juga masih menggunakan teknik engsel pasak. Mengingat bahan kayu yang saat ini mahal dan langka, sejak tiga dasawarsa terakhir, masyarakat Minanga mulai jarang membangun rumah ulu.
               Berdasarkan struktur bangunannya, rumah ulu terbagi atas tiga bagian, yakni bagian depan (garang), rumah bagian tengah atau utama (ambin, haluan, dan kakudan) serta rumah bagian belakang (pawon). Bagi masyarakat Minanga, rumah tengah atau utama bersifat sakral, sedangkan garang atau pawon bersifat profan sehingga pada pintu depan (rawang balak) dari garang ke haluan, dan juga pada pintu belakang (rawang pawon) dari kakudan ke pawon, konstruksi kusen pintunya dibuat tinggi atau ada langkahan (ngalangkah). Rumah tengah atau utama dibagi menjadi tiga ruang, yaitu ambin atau kamar tidur, haluan, dan kakudan.

    
        Berdasarkan struktur lantai pada rumah ulu, dapat diketahui setiap ruang memiliki hierarkis yang ditandai peninggian atau merendahkan lantai ruangannya. Ambin memiliki kedudukan yang tertingggi (dunia atas), selanjutnya haluan dan kakudan (dunia tengah) serta garang dan pawon (dunia bawah). Untuk lantai haluan sama tinggi dengan lantai kakudan , dan di antara keduanya tidak terdapat dinding.

            Berdasarkan hierarki rumah ulu, haluan memiliki tingkatan yang sama dengan kakudan, namun keduanya memiliki fungsi yang berbeda. Haluan (perempuan) dan kakudan (laki-laki). Sebagai penanda bahwa adanya perbedaan fungsi antara haluan dan kakudanp>, di antara lantai haluan dan kakudan diberi kayu balok panjang yang posisinya melintang, dan di atasnya ada sangai (tiang), sebagai perantara haluan dengan kakudan.

  
             Sedangkan untuk lantai garang dan pawon (dunia bawah) posisinya paling rendah baik dari lantai ambin, haluan, maupun kakudan. Haluan posisinya berada di tengah-tengah rumah ulu, diapit dari arah sebelah laok-darak (barat-timur) dan hulu-liba/hilir (utara-selatan), yakni oleh ambin-kakudan dan garang-pawon.

   
           Ambin (kamar tidur) memiliki kedudukan tertinggi dan suci, sejalan dengan pandangan masyarakat Komering bahwa keluarga harus dijunjung tinggi kesucian dan kehormatannya. Karenanya, dalam struktur rumah ulu, posisi ambin di sebelah laok (barat=arah salat/kiblat).
               Haluan adalah perempuan, sedangkan kakudan adalah laki-laki, itulah sebabnya balai pari (lumbung padi = perempuan) posisinya tepat di bawah haluan, dan kandang hewan berada di bawah kakudan (tanduk =laki-laki).
            Dalam sebuah acara adat yang disebut Ningkuk, haluan hanya diperuntukkan bagi perempuan dan kakudan tempat laki-laki. Jika ada pemuda yang bertamu ke rumah seorang gadis, si pemuda hanya boleh duduk di kakudan, dan si gadisnya harus berada di haluan. Untuk tamu yang baru dikenal biasanya akan dijamu di garang, sedangkan untuk tamu-tamu yang sudah dikenal baik oleh tuan rumah, biasanya akan dipersilakan masuk dengan melangkah rawang balak (hubungan darah dan mentalitas kelompok atau keluarga).
 Dalam upacara adat melamar, ketika pihak keluarga calon besan mempelai laki-laki baru datang, terlebih dahulu mereka akan ditempatkan di garang, setelah menjalani beberapa prosesi, barulah rombongan dapat dipersilakan masuk ke rumah tengah atau utama, dalam hal ini haluan untuk perempuan dan kakudan bagi laki-laki. Demikian pula pada saat akan melangsungkan akad nikah, posisi duduk calon mempelai laki-laki harus di kakudan, sedangkan calon mempelai wanita di haluan. Setelah selesai akad nikah, baru kedua mempelai dipersandingkan di pelaminan yang berada di ruang haluan, posisi atau arah hadap pelaminan tempat kedua mempelai bersanding biasanya ke utara atau hulu.
Rumah Gudang memiliki bentuk atau Layout memanjang ke belakang serta tidak memiliki kamar khusus. Permukaan lantai hanya memiliki satu ketinggian atau dengan kata lain tidak ada perbedaan tinggi lantai.
Pada umumnya rumah Gudang memiliki teras di bagian depan rumah yang terbuka. Dinding rumah dari papan yang disusun tegak. Sedangkan bentuk atap merupakan kombinasi antara atap pelana dan perisai. Beberapa rumah Gudang memiliki variasi yang berbeda di bagian depan rumah,hal tersebut juga tercermin pada bentuk atap yang lebih bervariasi.
Rumah Gudang memiliki ketinggian lantai yang berbeda (multi leveled) seperti pada rumah Limas yan terdapat di Palembang. Bentuk atap dari rumah Limas berbentuk limas (kerucut terpancung), miirip dengan rumah Limas di Palembang.
Walaupun demikian, susunan ruang sangat berbeda jika dibandingkan dengan rumah Limas di Palembang. Rumah Limas Palembang memiliki pangkeng di sebelah kiri dan kanan pada ruang gegajah, sedangkan rumah Limas di Menanga memiliki 2 pangking dan satu ambin di belakang rumah yang memiliki orientasi kea rah sungai. Letak pangking tersebut  sangat mirip dengan letak pangking dari rumah tradisional Menanga.
Langgam arsitektur rumah tradisional Menanga adalah tipikal rumah Ulu, berupa rumah panggungdengan atap pelana menjulang tinggi. Pada bagian tepi atap, pada posisi tertinggi terdapat papan silang yang menyiratkan symbol tanduk kerbau.
Beberapa rumah tradisional Menanga memiliki ukiran dan ornament yang spesifik, hal ini menunjukkan status social dari pemiliknya. Sebaliknya, kebanyakan rumah tradisional Menanga berbentuk polos tanpa ukiran, ornament atau yang dapat dianggap sebagai ornament adalah ujung atap dan detail kolom dengan balok.

Lokasi dan Orientasi Bangunan
            Pada awalnya bangunan di desa Minanga secara umum berorientasi ke sungai komering yang mengalir di sepanjang desa Minanga. Pada saat itu sungai merupakan salah satu jalur transportasi yang paling banyak digunakan. Seiring semakin meningkatnya perkembangan zaman, pemerintah mulai membuat jalur darat sebagai jalur darat yang menghubungan Minanga dengan kota. Sejak adanya jalur darat sebagai prasarana transportasi umum , masyarakat mulai berpindah dari sungai kepingr jalan hingga pada saat sekarang ini seluruh rumah penduduk mendekati jalan.
            Orientasi bangunan selalu menghadaparah matahari terbit (timur). Baik rumah tradisional maupun rumah penduduk yang bukan tradisional, tidak ada ada kepercayaan tertentu yang menyebabkan rumah di Minanga menghadap ke Timur

PENATAAN RUANG
Susunan pangking (kamar) yang spesifik tersebut menunjukkan adanya pengaruh lokal dan filosofi yang berbeda tetapi sangat sesuai dengan lingkungannya.Hal ini menunjukkan jika rumah tradisional sangat dinamis dan adaptif dengan lingkungan di sekitarnya serta mampu menerima pengaruh- pengaruh dari beberarapa budaya.
               Rumah tradisional minanga yang dianggap sebagai rumah asli di daerah ini memiliki 2 kamar yang disebut pangking dan 1 ambin. Ambin terletak di tengah 2 pangking tersebut, letaknya di bagian belakang rumah serta memiliki orientasi ke sungai.

Pangking di sebeleah kiri merupakan kamar untuk anak laki-laki sedang pangking di sebelah kanan untuk wanita.Orang tua menempati ambin yang terletak di tengah.Pada beberapa rumah tradisional Minanga, ambin juga merupakan paking.
 
             Penataan ruang pada rumah tradisional minanga memiliki pola yang sama. Hal tersebut juga berlaku pada rumah Limas di daerah Minanga, susunan ruang pada rumah limas tersebut serupa dengan susunan ruang pada rumah tradisional Menanga.Tiga kamar yang merupakan pangking dan ambin, terletak pada sisi yang memiliki orientasi ke arah sungai.

            Rumah tradisional Minanga juga memiliki perbedaan tinggi lantai, hal ini menunjukkan adanya perbedaan strata masyarakat atau sengaja dibedakan karena pertimbangan usia. Ruang yang memiliki ketinggian lantai yang berbeda tersebut terletak di depan ketiga kamar (pangking dan ambin)


SUSUNAN RUANG
    Bagian Pertama
Bagian ini merupakan ruangan yang memiliki ketinggian level lantai yang paling tinggi daripada ruangan lainnya. Bagian ini terdiri dari tiga ruang, yaitu sebuah ruang di tengah yang disebut dengan ruang ambin dan dua buah ruang yang mengapit ruang ambin,  yang berfungsi sebagai kamar yang disebut pangking. pangking  yang berada di sebelah kanan ruang ambin  berfungsi sebagai tempat menyimpan bahan makanan.
     Bagian Kedu
    Bagian kedua merupakan ruang serbaguna yang sering digunakan sebagai tempat pertemuan.Bagian ini mempunyai dua level lantai.Lantai yang lebih tinggi terletak di dekat dapur merupakan tempat untuk wanita, sedangkan lantai yang lebih rendah terletak di dekat pintu masukdigunakan untuk tempat pria.
   Bagian Ketiga
Bagian ketiga merupakan ruangan yang berfungsi sebagai dapur.Pada ruangan ini terdapat tangga yang menuju ke loteng atau yang biasa disebut sebagai panako.Pada beberapa rumah Ulu tidak terdapat tangga permanen mereka naik ke loteng menggunakan tangga bambu yang dapat dipindahkan.

Pada ketiga buah kamar yang ada tersebut dibuat lebih tinggi +50 cm. Pada kamar yang bernama pangking terdapat pint. Dibuat satu buah pintu atau dibuat dua buah pintu pada kedua sisinya.Pangking  adalah kamar untuk anak laki-laki dan amben adalah kamar untuk anak perempuan dan tidak ada kamar khusus orang tua.

Pangrok-rok adalah balok yang membatasi ruang parompu dan kakudan  yang berguna untuk membatasi pergerakan calon pengantin wanita. Karena apabila belum resmi menikah, maka belum boleh melangkahi atau melewati wilayah tersebut.Pada setiap pintu masuk diatas terdapat ukiran- ukiran nermotif tumbuhan.Kusen pintu dbuat meninggi.
Pada bagian loteng (penaku) terdapat pintu penaku yang merupakan akses menuju loteng.Mengingat lotengyang cukup luas, maka digunakan sebgai tempat penyimpanan bahan bahan makanan dan benda- benda pusaka.


KONSTRUKSI BANGUNAN
           Atap
·         Kuda-kuda
Konstruksi kuda-kuda pada rumah Ulu adalah jenis kuda-kuda yang tidak biasa digunakan pada umumnya. Konstruksi kuda-kuda ini tidak menggunakan balok sekong dab balok bubungan, melainkaan menggunakan tiga balok apit. Pada konstruki kuda-kudajenis ini terdapat juga balok yang memilik fungsi yang sama dengan balok yang disebut alok alang sunan.






·         Penutup Atap
Penutup atap yang digunakan pada rumah Ulu adalah genteng. Pada konstruksi atapnya , terdapat tebeng layar yang dibuat lebih maju ke depan sehingga tidk berada sejajar dengan dinding. Atab dibuat dengan kemiringan 45derajat.
·         Plafond
Plafon dibuat dari papan berukuran 2,5m x 0,34 m. Ruang yang ada di atas plafond ini dimanfaatkan sebagai tempat menyimpan bahan makanan dan tempat untuk meletakkan benda pusaka.
 
·       
Rangka Bangunan
·         Tiang
Tiang yang digunakan berukuran 20,5cm x 20,5 cm. Konstruksi ini mengguanakan sistem kunci atau jepit.

FILOSOFI
            Di desa Minanga Tengah terdapat rumah yang memiliki beberapa filosofi tertentu terkait dengan elemen bangunan rumah.Filosofi- filosofi tersebut berhubungan dengan kebiasaan- kebiasaan ataupun kepercayaan masyarakat setempat yang dianggap sebagai nilai- nilai budaya.Adapun filosofi tersebut diantaranya yaitu tingkatan pada pintu kamar. Desain yang demikian dapat ditemui pada rumah Ulu. Hal ini didasarkan cerita rakyat pada adat zaman dahulu yaitu bila ada laki- laki yang ingin menikahi seorang gadis biasanya gadis tersebut akan dibawa secara sembunyi- sembunyi dan disembunyikan dalam kamar tidur tersebut.
Meskipun hal ini atas persetujuan pihak gadis, kejadian tersebut tetap merupakan penghinaan bagi keluarga gadis dann biasanya akan terjadi perkelahian atas balas dendam atas perbuatan laki-laki tersebut. Untuk membendung serangan dari keluarga sang gadis maka pintu utama dibuat tingkatan dengan maksud agar sulit untuk dimasuki. Oleh karena kejadian seperti itu banyak terjadi pada zaman dahulu maka hampir pada setiap rumah Ulu pintunya dibuat tingkatan hingga sampai dengan sekarang menjadi desain tersendiri bagi rumah Ulu.
Anak tangga pada rumah Ulu ini berjumlah ganjil sama seperti rumah adat Sumatera selatan lainnya. Menurut cerita bahwa jumlah anak tangga ganjil akan membawa keberuntungan sedangkan juka jumlahnya genap maka sebaliknya pengguna rumah tersebut akan mengalami kesialan.
Disamping itu filosofi lainnya dapat dilihat melalui adanya Pangrok-rok sebagai balok yang membatasi parompu dan kakudan.Konon balok tersebut berfungsi sebagai pembatas pergerakkan calon pengantin wanita karena bila belum resmi menikah maka belum boleh melangkahi atau melewati wilayah tersebut.Selain itu, pintu yang menuju ruang tengah dibuat rendah sehingga apabila ada orang yang ingin masuk ke rumah ini maka harus menundukkan kepala. Filosofinya yaitu agar sebelum masuk ke dalam rumah, tamu harus menghormati tuan rumah dengan cara menundukkan kepala terlebih dahulu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar