ARSITEKTUR MINANGA
Salah satu tanda kebudayaan Minanga dari masa lalu, yang hingga kini tetap terjaga adalah rumah. Pada
masyarakat Minanga, khususnya marga Semendawai, memiliki atau mengenal
dua jenis rumah tempat tinggal yang bersifat tradisional, yakni rumah ulu dan
rumah gudang.
Berdasarkan struktur bangunan, antara rumah ulu dan
rumah gudang pada prinsipnya sama, tapi pembangunan rumah gudang umumnya
cenderung mengalami beberapa modifikasi, dan tidak patuh lagi seperti
rumah-rumah ulu, terutama untuk arah hadap seperti hulu (utara), liba(selatan),
darak (barat), dan laok (timur). Perbedaan lainnya, pada rumah gudang, selalu
dibuat atau ada ventilasi yang posisinya tepat berada di atas setiap pintu dan
jendela, sedangkan pada rumah ulu tidak mengenal ventilasi udara.
Baik rumah gudang maupun rumah ulu merupakan jenis rumah panggung
atau rumah yang memiliki tiang penyangga. Bahan utama pembuatan rumah gudang
dan ulu adalah kayu atau papan.
Lantaran
rumah gudang Minanga lebih muda jika dibandingkan dengan rumah ulu, rumah
ini sudah mengenal dan menerapkan kombinasi antara bahan kayu dan paku, kaca,
cat, porselen atau marmer, genteng, dan semen. Misalnya banyak tangga atau
disebut ijan mukak rumah gudang yang terbuat dari semen berlapis keramik, atau
daun pintu dan jendelanya sudah dikombinasikan dengan kaca. Bahkan,
kecenderungan akhir-akhir ini, rumah gudang sudah menggunakan tiang penyangga
teknik cor beton dan atau batu bata, yang sebelumnya dari gelondong. Dan, di
antara tiang rumah umumnya sudah pula diberi dinding semi permanen atau
permanen, kemudian dijadikan tempat tinggal atau lambahan bah (rumah bawah).
Mengingat bahan kayu yang saat ini semakin langka dan mahal, tampaknya
masyarakat Minanga lebih banyak memilih atau membangun jenis rumah
gudang.
Rumah ulu sepenuhnya menggunakan bahan kayu atau
papan. Tiang penyangga menggunakan gelondongan, lalu tangga, dinding, pintu,
dan jendela menggunakan papan. Atap rumah dibuat dari daun enau dengan teknik
rangkai-tumpuk. Tapi mengingat daya tahan dan gampang terbakar, sekarang atap
daun enau ini diganti atap genteng.
Sambungan
kayu pada rumah ulu tidak menggunakan paku, tetapi menggunakan pasak kayu atau
bambu, termasuk untuk engsel pintu, dan jendelanya juga masih menggunakan
teknik engsel pasak. Mengingat bahan kayu yang saat ini mahal dan langka, sejak
tiga dasawarsa terakhir, masyarakat Minanga mulai jarang membangun rumah ulu.
Berdasarkan struktur bangunannya, rumah ulu terbagi atas tiga
bagian, yakni bagian depan (garang), rumah bagian tengah atau utama (ambin,
haluan, dan kakudan) serta rumah bagian belakang (pawon). Bagi masyarakat Minanga, rumah tengah atau utama bersifat sakral, sedangkan garang atau pawon
bersifat profan sehingga pada pintu depan (rawang balak) dari garang ke haluan,
dan juga pada pintu belakang (rawang pawon) dari kakudan ke pawon, konstruksi
kusen pintunya dibuat tinggi atau ada langkahan (ngalangkah). Rumah tengah atau
utama dibagi menjadi tiga ruang, yaitu ambin atau kamar tidur, haluan, dan
kakudan.
Berdasarkan struktur lantai pada rumah ulu, dapat
diketahui setiap ruang memiliki hierarkis yang ditandai peninggian atau
merendahkan lantai ruangannya. Ambin memiliki kedudukan yang tertingggi (dunia atas),
selanjutnya haluan dan kakudan (dunia tengah) serta garang dan pawon (dunia
bawah). Untuk lantai haluan sama tinggi dengan lantai kakudan , dan di antara
keduanya tidak terdapat dinding.
Berdasarkan hierarki rumah ulu, haluan memiliki tingkatan yang sama dengan
kakudan, namun keduanya memiliki fungsi yang berbeda. Haluan (perempuan) dan
kakudan (laki-laki). Sebagai penanda bahwa adanya perbedaan fungsi antara
haluan dan kakudanp>, di antara lantai haluan dan kakudan diberi kayu balok
panjang yang posisinya melintang, dan di atasnya ada sangai (tiang), sebagai
perantara haluan dengan kakudan.
Sedangkan untuk lantai garang dan pawon (dunia bawah)
posisinya paling rendah baik dari lantai ambin, haluan, maupun kakudan. Haluan
posisinya berada di tengah-tengah rumah ulu, diapit dari arah sebelah laok-darak
(barat-timur) dan hulu-liba/hilir (utara-selatan), yakni oleh ambin-kakudan dan
garang-pawon.
Ambin (kamar tidur) memiliki kedudukan tertinggi dan suci, sejalan
dengan pandangan masyarakat Komering bahwa keluarga harus dijunjung tinggi
kesucian dan kehormatannya. Karenanya, dalam struktur rumah ulu, posisi ambin
di sebelah laok (barat=arah salat/kiblat).
Haluan adalah perempuan, sedangkan kakudan adalah laki-laki,
itulah sebabnya balai pari (lumbung padi = perempuan) posisinya tepat di bawah
haluan, dan kandang hewan berada di bawah kakudan (tanduk =laki-laki).
Dalam sebuah acara adat yang disebut Ningkuk, haluan hanya diperuntukkan
bagi perempuan dan kakudan tempat laki-laki. Jika ada pemuda yang bertamu ke
rumah seorang gadis, si pemuda hanya boleh duduk di kakudan, dan si gadisnya
harus berada di haluan. Untuk tamu yang baru dikenal biasanya akan dijamu di
garang, sedangkan untuk tamu-tamu yang sudah dikenal baik oleh tuan rumah,
biasanya akan dipersilakan masuk dengan melangkah rawang balak (hubungan darah
dan mentalitas kelompok atau keluarga).
Dalam upacara
adat melamar, ketika pihak keluarga calon besan mempelai laki-laki baru datang,
terlebih dahulu mereka akan ditempatkan di garang, setelah menjalani beberapa
prosesi, barulah rombongan dapat dipersilakan masuk ke rumah tengah atau utama,
dalam hal ini haluan untuk perempuan dan kakudan bagi laki-laki. Demikian pula
pada saat akan melangsungkan akad nikah, posisi duduk calon mempelai laki-laki
harus di kakudan, sedangkan calon mempelai wanita di haluan. Setelah selesai
akad nikah, baru kedua mempelai dipersandingkan di pelaminan yang berada di
ruang haluan, posisi atau arah hadap pelaminan tempat kedua mempelai bersanding
biasanya ke utara atau hulu.
Rumah Gudang memiliki bentuk atau
Layout memanjang ke belakang serta tidak memiliki kamar khusus. Permukaan
lantai hanya memiliki satu ketinggian atau dengan kata lain tidak ada perbedaan
tinggi lantai.
Pada umumnya rumah Gudang memiliki
teras di bagian depan rumah yang terbuka. Dinding rumah dari papan yang disusun
tegak. Sedangkan bentuk atap merupakan kombinasi antara atap pelana dan
perisai. Beberapa rumah Gudang memiliki variasi yang berbeda di bagian depan
rumah,hal tersebut juga tercermin pada bentuk atap yang lebih bervariasi.
Rumah Gudang memiliki
ketinggian lantai yang berbeda (multi leveled) seperti pada rumah Limas yan
terdapat di Palembang. Bentuk atap dari rumah Limas berbentuk limas (kerucut
terpancung), miirip dengan rumah Limas di Palembang.
Walaupun demikian, susunan ruang
sangat berbeda jika dibandingkan dengan rumah Limas di Palembang. Rumah Limas
Palembang memiliki pangkeng di sebelah kiri dan kanan pada ruang gegajah,
sedangkan rumah Limas di Menanga memiliki 2 pangking dan satu ambin di belakang
rumah yang memiliki orientasi kea rah sungai. Letak pangking tersebut sangat mirip dengan letak pangking dari rumah
tradisional Menanga.
Langgam arsitektur rumah tradisional
Menanga adalah tipikal rumah Ulu, berupa rumah panggungdengan atap pelana
menjulang tinggi. Pada bagian tepi atap, pada posisi tertinggi terdapat papan
silang yang menyiratkan symbol tanduk kerbau.
Beberapa rumah tradisional Menanga
memiliki ukiran dan ornament yang spesifik, hal ini menunjukkan status social
dari pemiliknya. Sebaliknya, kebanyakan rumah tradisional Menanga berbentuk
polos tanpa ukiran, ornament atau yang dapat dianggap sebagai ornament adalah
ujung atap dan detail kolom dengan balok.
Lokasi dan Orientasi Bangunan
Pada
awalnya bangunan di desa Minanga secara umum berorientasi ke sungai komering
yang mengalir di sepanjang desa Minanga. Pada saat itu sungai merupakan salah
satu jalur transportasi yang paling banyak digunakan. Seiring semakin
meningkatnya perkembangan zaman, pemerintah mulai membuat jalur darat sebagai jalur
darat yang menghubungan Minanga dengan kota. Sejak adanya jalur darat sebagai
prasarana transportasi umum , masyarakat mulai berpindah dari sungai kepingr
jalan hingga pada saat sekarang ini seluruh rumah penduduk mendekati jalan.
Orientasi
bangunan selalu menghadaparah matahari terbit (timur). Baik rumah tradisional
maupun rumah penduduk yang bukan tradisional, tidak ada ada kepercayaan
tertentu yang menyebabkan rumah di Minanga menghadap ke Timur
PENATAAN
RUANG
Susunan pangking (kamar) yang spesifik tersebut
menunjukkan adanya pengaruh lokal dan filosofi yang berbeda tetapi sangat
sesuai dengan lingkungannya.Hal ini menunjukkan jika rumah tradisional sangat
dinamis dan adaptif dengan lingkungan di sekitarnya serta mampu menerima
pengaruh- pengaruh dari beberarapa budaya.
Rumah
tradisional minanga yang dianggap sebagai rumah asli di daerah ini memiliki 2
kamar yang disebut pangking dan 1 ambin. Ambin terletak di tengah 2 pangking tersebut, letaknya di bagian belakang rumah serta memiliki
orientasi ke sungai.
Pangking di sebeleah
kiri merupakan kamar untuk anak laki-laki sedang pangking di sebelah kanan untuk wanita.Orang tua menempati ambin
yang terletak di tengah.Pada beberapa rumah tradisional Minanga, ambin juga merupakan paking.
Penataan ruang pada rumah tradisional minanga memiliki
pola yang sama. Hal tersebut juga berlaku pada rumah Limas di daerah Minanga,
susunan ruang pada rumah limas tersebut serupa dengan susunan ruang pada rumah
tradisional Menanga.Tiga kamar yang merupakan pangking dan ambin, terletak pada sisi yang memiliki orientasi ke arah sungai.
Rumah tradisional Minanga juga
memiliki perbedaan tinggi lantai, hal ini menunjukkan adanya perbedaan strata
masyarakat atau sengaja dibedakan karena pertimbangan usia. Ruang yang memiliki
ketinggian lantai yang berbeda tersebut terletak di depan ketiga kamar (pangking dan ambin)
SUSUNAN RUANG
Bagian Pertama
Bagian ini merupakan ruangan
yang memiliki ketinggian level lantai yang paling tinggi daripada ruangan
lainnya. Bagian ini terdiri dari tiga ruang, yaitu sebuah ruang di tengah yang
disebut dengan ruang ambin dan dua buah ruang yang
mengapit ruang ambin, yang berfungsi sebagai kamar yang disebut pangking. pangking yang berada di sebelah kanan ruang ambin berfungsi
sebagai tempat menyimpan bahan makanan.
Bagian Kedu
Bagian kedua merupakan ruang serbaguna yang sering digunakan
sebagai tempat pertemuan.Bagian ini mempunyai dua level lantai.Lantai yang
lebih tinggi terletak di dekat dapur merupakan tempat untuk wanita, sedangkan
lantai yang lebih rendah terletak di dekat pintu masukdigunakan untuk tempat
pria.
Bagian Ketiga
Bagian ketiga merupakan
ruangan yang berfungsi sebagai dapur.Pada ruangan ini terdapat tangga yang
menuju ke loteng atau yang biasa disebut sebagai panako.Pada beberapa rumah Ulu tidak terdapat tangga permanen
mereka naik ke loteng menggunakan tangga bambu yang dapat dipindahkan.
Pada ketiga buah kamar yang
ada tersebut dibuat lebih tinggi +50 cm. Pada kamar yang bernama pangking terdapat pint. Dibuat satu buah pintu atau
dibuat dua buah pintu pada kedua sisinya.Pangking
adalah kamar untuk anak laki-laki
dan amben adalah kamar untuk anak
perempuan dan tidak ada kamar khusus orang tua.
Pangrok-rok adalah balok
yang membatasi ruang parompu dan kakudan yang berguna untuk membatasi pergerakan calon
pengantin wanita. Karena apabila belum resmi menikah, maka belum boleh
melangkahi atau melewati wilayah tersebut.Pada setiap pintu masuk diatas
terdapat ukiran- ukiran nermotif tumbuhan.Kusen pintu dbuat meninggi.
Pada bagian loteng (penaku) terdapat pintu penaku yang merupakan akses menuju
loteng.Mengingat lotengyang cukup luas, maka digunakan sebgai tempat
penyimpanan bahan bahan makanan dan benda- benda pusaka.
KONSTRUKSI BANGUNAN
Atap
·
Kuda-kuda
Konstruksi
kuda-kuda pada rumah Ulu adalah jenis kuda-kuda yang tidak biasa digunakan pada
umumnya. Konstruksi kuda-kuda ini tidak menggunakan balok sekong dab balok
bubungan, melainkaan menggunakan tiga balok apit. Pada konstruki kuda-kudajenis
ini terdapat juga balok yang memilik fungsi yang sama dengan balok yang disebut
alok alang sunan.
·
Penutup Atap
Penutup atap yang
digunakan pada rumah Ulu adalah genteng. Pada konstruksi atapnya , terdapat
tebeng layar yang dibuat lebih maju ke depan sehingga tidk berada sejajar
dengan dinding. Atab dibuat dengan kemiringan 45derajat.
·
Plafond
Plafon dibuat
dari papan berukuran 2,5m x 0,34 m. Ruang yang ada di atas plafond ini
dimanfaatkan sebagai tempat menyimpan bahan makanan dan tempat untuk meletakkan
benda pusaka.
·
Rangka Bangunan
·
Tiang
Tiang yang digunakan berukuran 20,5cm x 20,5
cm. Konstruksi ini mengguanakan sistem kunci atau jepit.
FILOSOFI
Di desa Minanga Tengah terdapat
rumah yang memiliki beberapa filosofi tertentu terkait dengan elemen bangunan
rumah.Filosofi- filosofi tersebut berhubungan dengan kebiasaan- kebiasaan ataupun
kepercayaan masyarakat setempat yang dianggap sebagai nilai- nilai
budaya.Adapun filosofi tersebut diantaranya yaitu tingkatan pada pintu kamar. Desain yang demikian dapat
ditemui pada rumah Ulu. Hal ini didasarkan cerita rakyat pada adat zaman dahulu
yaitu bila ada laki- laki yang ingin menikahi seorang gadis biasanya gadis
tersebut akan dibawa secara sembunyi- sembunyi dan disembunyikan dalam kamar
tidur tersebut.
Meskipun hal
ini atas persetujuan pihak gadis, kejadian tersebut tetap merupakan penghinaan
bagi keluarga gadis dann biasanya akan terjadi perkelahian atas balas dendam
atas perbuatan laki-laki tersebut. Untuk membendung serangan dari keluarga sang
gadis maka pintu utama dibuat tingkatan dengan maksud agar sulit untuk
dimasuki. Oleh karena kejadian seperti itu banyak terjadi pada zaman dahulu
maka hampir pada setiap rumah Ulu pintunya dibuat tingkatan hingga sampai
dengan sekarang menjadi desain tersendiri bagi rumah Ulu.
Anak tangga
pada rumah Ulu ini berjumlah ganjil sama seperti rumah adat Sumatera selatan
lainnya. Menurut cerita bahwa jumlah anak tangga ganjil akan membawa
keberuntungan sedangkan juka jumlahnya genap maka sebaliknya pengguna rumah
tersebut akan mengalami kesialan.
Disamping itu
filosofi lainnya dapat dilihat melalui adanya Pangrok-rok sebagai balok yang membatasi parompu dan kakudan.Konon
balok tersebut berfungsi sebagai pembatas pergerakkan calon pengantin wanita
karena bila belum resmi menikah maka belum boleh melangkahi atau melewati
wilayah tersebut.Selain itu, pintu yang menuju ruang tengah dibuat rendah
sehingga apabila ada orang yang ingin masuk ke rumah ini maka harus menundukkan
kepala. Filosofinya yaitu agar sebelum masuk ke dalam rumah, tamu harus
menghormati tuan rumah dengan cara menundukkan kepala terlebih dahulu.